Monday 17 December 2012

Pengertian Mahkum ‘Alaih


Pengertian Mahkum ‘Alaih

Mahkum ‘alaih adalah mukallaf yang dengan perbuatannyalah hukum Syari’ berkaitan. Ulama ushul fiqih telah sepakat bahwa mahkum ‘alaih adalah seorang yang perbuatannya dikenai khitab Allah Swt., yang disebut mukallaf.
Dari segi bahasa, mukallaf diartikan sebagai orang yang dibebani hukum, sedangkan dalam istilah ushul fiqih, mukallaf disebut juga mahkum ‘alaih (subjek hukum). Mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Semua tindakan hukum yang dilakukan mukallaf akan diminta pertanggungjawabannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ia akan mendapatkan pahala atau imbalan bila mengerjakan perintah Allah, dan sebaliknya, bila mengerjakan larangan-Nya akan mendapatkan siksa atau risiko dosa karena melanggar aturan-Nya, di samping tidak memenuhi kewajibannya.

Referensi:
  • Khallaf, Abdul Wahhab, Ilm Ushul Fiqh, terjemahan; Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib: Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994, Cet. ke-I.
  • Syafe’i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet. ke-I.

Sunday 16 December 2012

Dasar dan Syarat-syarat Taklif


a. Dasar Taklif

Dalam Islam, orang yang terkena taklif adalah mereka yang sudah dianggap mampu untuk mengerjakan tindakan hukum. Tak heran kalau sebagian besar ulama ushul fiqih berpendapat bahwa dasar pembebanan hukum bagi seorang mukallaf adalah akal dan pemahaman. Dengan kata lain, seseorang baru bisa dibebani hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif yang ditujukan kepadanya. Maka orang yang tidak atau belum berakal dianggap tidak bisa memahami taklif dari Syari’ (Allah dan Rasul-Nya). Termasuk ke dalam golongan ini, adalah orang dalam keadaan tidur, mabuk, dan lupa, karena dalam keadaan tidak sadar (hilang akal). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. :
َُِ ﺍﻟٍََََََُِْْ ﺍﻟﻨَّﺎﺋََِِّﻰ ﻳَََََِِْْ ﺍﻟﺼَََِِّّّﻰ ﻳَََََِِْﺍﻟَََُِّْْْﻰ ﻳََِْ
Artinya:
 “Diangkat pembebanan hukum dari tiga (jenis orang); orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh, dan orang gila sampai ia sembuh”. (HR. Bukhari, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Daru Quthni dari Aisyah dan Ali Ibnu Abi Thalib)
Rasulullah Saw. pun menegaskan dalam hadits lainnya:
َََُُِِِّْ ﺍﻟََْﺎﺀَِﺍﻟﻨَِّْﺎﻥََِﺎﺍﺳََََُْْ                
Artinya:
 “Umatku tidak dibebani hukum apabila mereka terlupa, tersalah, dan dalam keadaan terpaksa”. (HR. Ibnu Majah dan Thabrani)
Dengan demikian, jelaslah bahwa taklif hanya diperuntukkan bagi orang yang dianggap cakap dan mampu untuk melakukan tindakan hukum.

b. Syarat-syarat Taklif

Ulama ushul fiqih telah bersepakat bahwa seorang mukallaf bisa dikenai taklif apabila telah memenuhi dua syarat, yaitu :
1.      Orang itu telah mampu memahami  khithab syar’i (tuntutan syara’) yang terkandung dalam al-Quran dan Sunnah, baik secara langsung maupun melalui orang lain.
2.      Seseorang harus mampu dalam bertindak hukum, dalam ushul fiqih disebut juga ahliyyah.

Referensi:
  • ·         Syafe’i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet. ke-I.