Sunday 30 June 2013

KEKUATAN MANUSIA (HATI YANG SELAMAT)

  1. QS. Ali Imran: 159
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  

159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
PENJELASAN
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9
Sesungguhnya memang telah ada di antara para sahabatmu orang-orang yang berhak mendapatkan celaan dan perlakuan keras, ditinjau dari segi karakter manusia. Sebab mereka telah melakukan kesalahan yang berakibat kekalahan, sedangkan peperangan itu dilakukan oleh semuanya. Tetapi sekalipun demikian, engkau (Muhammad) tetap bersikap lembut terhadap mereka, dan engkau perlakukan mereka dengan baik. Semua itu berkat rahmat yang diturunkan Allah mengkhususkan hal itu hanya untukmu. Karena Allah telah membekalimu dengan akhlak-akhlak al-Qur’an yang luhur, disamping hikmah-hikmah-Nya yang agung. Dengan demikian, musibah-musibah yang engkau alami sangat mudah dan enteng dirasakan.
Kemudian Aku mengajarimu tentang sesuatu untuk bisa melihat hal-hal yang bermanfaat dan berakibat baik bagimu .
öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym (
Andai kata engkau Muhammad bersikap kasar dan galak dalam muamalah dengan mereka (kaum muslimin), niscaya mereka akan bercerai (bubar) meninggalkan engkau dan tidak menyenangimu. Sehingga engkau tidak bisa menyampaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang lurus.
Hal itu karena maksud dan tujuan utama diutusnya para rasul ialah untuk menyampaikan syari’at-syari’at Allah kepada umat manusia. Hal itu jelas tidak akan tercapai selain mereka bersimpati kepada para rasul, dan jiwa mereka merasa tenang dengan para rasul. Semua itu akan terwujud jika sang rasul bersikap pemurah dan mulia, melupakan semua dosa yang dilakukan oleh seseorang, serta memaafkan kesalahan-kesalahannya. Rasul haruslah bersifat lemah lembut terhadap orang yang berbuat dosa, membimbingnya ke arah kebaikan, bersikap belas kasih, lantaran ia sangat membutuhkan bimbingan dan hidayah.
 öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# (
Tempuhlah jalan musyawarah dengan mereka, yang seperti biasanya engkau lakukan dalam kejadian-kejadian seperti ini, dan berpegang tegulah padanya. Sebab mereka itu meski berpendapat salah dalam musyawarah, memang hal itu merupakan suatu konsekuensi untuk mendidik mereka, jangan sampai hanya menuruti pendapat seorang pemimpin saja, meski pendapat pemimpin itu benar dan bermanfaat pada permulaan dan masa depan pemerintah mereka. Selagi mereka mau berpegang pada sistem musyawarah itu, Insya Allah akan selamat dan membawa kemaslahatan bagi semuanya.
Sebab jamaah itu jauh kemungkinan dari kesalahan dibandingkan pendapat perseorangan dalam berbagai banyak kondisi. Bahaya yang timbul sebagai akibat dari penyerahan masalah umat terhadap pendapat perseorangan, bagaimanapun kebenaran pendapat itu, akibatnya akan lebih berbahaya dibandingkan menyerahkan urusan kepada pendapat umum.
Hal itu mengingat, bahwa di dalam musyawarah silang pendapat selalu terbuka, apalagi jika orang-orang yang terlibat terdiri dari banyak orang. Oleh sebab itulah Allah memerintahkan nabi agar memantapkan peraturan itu, dan mempraktekkannya dengan cara yang baik.
 #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$#
Apabila hatimu telah bulat dalam mengerjakan sesuatu, setelah hal itu dimusyawarahkan, serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka bertawakkallah kepada Allah. Serahkanlah segala sesuatu kepada-Nya, setelah mempersiapkan diri dan memiliki sarana yang cukup untuk meniti sebab-sebab yang telah dijadikan oleh Allah Swt.
Janganlah sekali-kali kalian mengandalkan kemampuan dan kekuasaan sendiri. Juga jangan terlalu yakin dengan pendapat dan perlengkapan/sarana yang cukup memadai. Karena semua itu tidak cukup untuk menunjang keberhasilan usaha. Selagi tidak dibarengi pertolongan dan taufik Allah.
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  
Hanya kepada Allah mereka mempercayakan segala urusannya. Maka Allah menolong dan membimbing mereka kepada yang lebih baik, sesuai dengan pengertian cinta ini.
Dalam ayat itu terkandung bimbingan terhadap kaum mukallaf, di samping anjuran untuk mereka agar bertawakkal kepada Allah dan mengembalikan segala sesuatu kepada-Nya, serta berpaling dari semua hal selain-Nya.[1]


  1. QS. Al-Anfal: 2
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ  

2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
PENJELASAN
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$#

Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar beriman, yang ikhlas dalam keimanan mereka, adalah orang-orang yang memenuhi lima sifat sebagai berikut :     
 tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ   šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ  
Mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
 #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ)
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya yang terakhir, maka bertambah yakinlah mereka dalam beriman, bertambah mantaplah mereka dalam ketenteraman dan bertambah semangat dalam beramal. Karena dengan semakin mantapnya bukti-bukti itu, yang satu mendukung yang lain, dan hujjah yang satu memperkuat hujjah yang lain, maka menyebabkan semakin bertambahnya keyakinan.
 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ  
Bahwa orang-orang yang benar-benar beriman itu bertawakkal kepada Tuhan semata-mata, tanpa menyerahkan urusan mereka kepada selain Allah. Siapa saja yang yakin bahwa Allah-lah yang mengatur segala urusannya dan segala urusan alam semesta ini, dia tak mungkin menyerahkan urusan-urusan itu sedikit pun kepada selain Allah.[2]


  1. QS. An-Nur: 37
×A%y`Í žw öNÍkŽÎgù=è? ×ot»pgÏB Ÿwur ììøt/ `tã ̍ø.ÏŒ «!$# ÏQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# Ïä!$tGƒÎ)ur Ío4qx.¨9$#   tbqèù$sƒs $YBöqtƒ Ü=¯=s)tGs? ÏmŠÏù ÛUqè=à)ø9$# ㍻|Áö/F{$#ur ÇÌÐÈ  

37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
PENJELASAN
×A%y`Í žw öNÍkŽÎgù=è? ×ot»pgÏB Ÿwur ììøt/ `tã ̍ø.ÏŒ «!$# ÏQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# Ïä!$tGƒÎ)ur Ío4qx.¨9$#  
Para lelaki mensucikan Allah pada permulaan dan penghujung siang, yaitu para lelaki yang tidak disibukkan oleh dunia dan perhiasannya, tidak pula oleh jual-beli dan perniagaan mereka dari mengingat Tuhan, Pencipta, dan Pemberi rezeki kepada mereka, karena mengetahui bahwa apa yang ada pada sisi Allah lebih baik dan bermanfaat bagi mereka dibanding apa yang ada pada mereka, sebab apa yang ada pada mereka pasti habis, sedangkan apa yang ada pada Allah tetap kekal. Mereka mengerjakan shalat pada waktunya menurut aturan yang telah digariskan oleh agama, dan mengeluarkan zakat yang diwajibkan kepada mereka untuk mengeluarkannya guna membersihkan diri mereka dari segala kotoran.
Kemudian, Allah menjelaskan sebab mereka menyibukkan diri dengan beribadah :
 tbqèù$sƒs $YBöqtƒ Ü=¯=s)tGs? ÏmŠÏù ÛUqè=à)ø9$# ㍻|Áö/F{$#ur ÇÌÐÈ  
Karena mereka takut kepada siksa hari kiamat, hari ketika jantung berdebar-debar karena terkejut, dan hati serta mata menjadi tertunduk karena keluh-kesah dan bingung bercampur cemas dan takut.[3]
Kata taqallub terambil dari kata qallaba yang berarti membolak-balik. Dari akar kata yang sama lahir kata qalb yakni hati, karena hati sifatnya berbolak-balik, sekali senang sekali susah, sekali menerima di lain kali menolak dan seterusnya. Perbolakbalikan mata dan hati ketika itu, disebabkan oleh rasa takut menghadapi ancaman siksa di hari Kiamat.[4]


  1. QS. Ar-Ra’d: 28
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ  

28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
PENJELASAN

Adapun orang-orang yang menuju kepada Allah, memikirkan dalil-dalil-Nya yang jelas dan jalan ibadah, Allah akan membukakan mata hati dan melapangkan dada mereka. Mereka pasti memperoleh keberuntungan yang baik dan kebahagiaan di dunia serta akhirat. Mereka inilah diisyaratkan Allah dengan firman-Nya :
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3
Mereka adalah orang-orang yang beriman, hatinya selalu cenderung kepada Allah dan merasa tenteram ketika mengingat-Nya. apabila ragu-ragu tentang wujud-Nya, maka nampaklah bagi mereka dalil-dalil keesaan Allah di dalam ayat-ayat dan keajaiban kejadian, maka meridhai sebagai Pelindung dan Penolong.[5] Karena itu Allah berfirman :
 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ  
Kata alaa digunakan untuk meminta perhatian mitra bicara menyangkut apa yang akan diucapkan. Dalam konteks ayat ini adalah tentang dzikrullah yang melahirkan ketenteraman hati.
Thabathaba’i menggarisbawahi bahwa kata tathma’innu (menjadi tenteram) adalah penjelasan tentang kata yang sebelumnya yakni beriman. Iman tentu saja bukan sekedar pengetahuan tentang objek iman, karena pengetahuan tentang sesuatu, belum mengantar kepada keyakinan dan ketenteraman hati.[6]


[1] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1993, Cet. ke-II), hlm. 193-199.

[2] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1994, Cet. ke-II), hlm. 311-313.
[3] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989, Cet. ke-I), hlm. 194-195.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2006, Cet. ke-VI), hlm. 358.
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1994, Cet. ke-II), hlm. 185.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. ke-I), hlm. 588.