PEMBAHASAN
A.
Penanaman Pohon Merupakan
Langkah Terpuji
حَدِيْثُ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ
زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ
بِهِ صَدَقَةٌ أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُ
Artinya:
“Anas r.a. berkata, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada seorang muslim
pun yang menanam tanaman kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang
lainnya melainkan tercatatat untuknya sebagai sedekah”. (Dikeluarkan oleh Imam
Bukhari).[1]
Hadits di atas mengandung anjuran agar semua manusia, khususnya umat
Islam, menanam tanaman yang berguna, baik bagi manusia maupun binatang. Apabila
tanaman tersebut telah berbuah dan dimakan oleh manusia atau pun binatang, maka
dia akan mendapat pahala sedekah dari setiap buah yang dimakan, sekalipun buah
tersebut dicuri.[2]
Hal itu menggambarkan bahwa betapa Islam sangat menghargai usaha manusia
untuk memakmurkan dan memanfaatkan tanah. Karena tanaman yang ditanam pasti
akan bermanfaat bagi manusia maupun bagi makhluk-makhluk Allah lainnya. Maka
setiap orang hendaknya tidak boleh egois, yakni menanam tanaman untuk dinikmati
sendiri. Jika cara berpikirnya seperti itu, orang yang sudah tua dipastikan
tidak akan mau menanam tanaman karena ia merasa tidak akan mungkin memakan
buahnya. Seyogianya ia berpikir bahwa manfaat dari sebuah tanaman tidak hanya
buahnya, tetapi pahala yang akan diterimanya apabila buah dari tanaman tersebut
dimakan oleh manusia atau binatang.
Perbuatan seperti itu akan membawa kemaslahatan, baik untuk tanah
dirinya, orang lain, dan binatang apalagi jika tanaman tersebut merupakan
tanaman yang buahnya sangat disukai oleh manusia dan binatang.
Hadits di atas juga mengandung anjuran untuk berbuat baik kepada semua
makhluk Allah Swt. Dengan menanam pohon, berarti dia telah memberikan tempat
kepada binatang untuk hinggap atau tempat bertengger dan mendapatkan sumber
makanan ketika pohon tersebut berbuah.[3]
B.
Larangan Buang Air Kecil di
Air yang Tidak Mengalir
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ
الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di
antara kamu kencing dalam air tergenang yang tidak mengalir kemudian dia mandi
di dalamnya." (H.R. Bukhari).[4]
Air yang diam (tidak mengalir)
menampung apa saja yang masuk ke dalamnya, baik kotoran atau pun najis. Apabila
air tersebut dipakai oleh orang banyak, maka buang air kecil di tempat tersebut
dapat dipastikan akan menyebabkan air tersebut menjadi kotor atau mengandung
najis. Tentu saja apabila dipakai mandi, bukannya akan membersihkan badan,
melainkan akan menyebabkan najis dan mendatangkan penyakit.
Oleh karena itu, sebaiknya
sebelum buang air kecil dilihat dahulu apakah air tersebut banyak sehingga
tidak akan berpengaruh terhadap air tersebut, ataukah sedikit sehingga akan
menyebabkan air tersebut menjadi najis. Sebaiknya air tersebut dikhususkan
untuk mandi saja, sedangkan untuk buang air kecil dapat dilakukan di tempat
lain yang dikhususkan untuk itu.
Tidak membuang air apalagi
membuang air kecil atau air besar di air diam yang sedikit, selain akan menjaga
kesehatan, juga menjamin kesucian dan kebersihan ketika akan beribadah. Islam
adalah agama yang sangat mementingkan kebersihan dan kesucian. Dengan demikian,
kesehatan dan kebersihan sangat dipentingkan dalam Islam, dan kesucian dari
najis merupakan salah satu syarat sahnya shalat, yang merupakan tiang agama.
Selain itu, orang bersih pun akan disukai oleh siapa saja. Karena pada
prinsipnya manusia menyukai hal-hal yang bersih dan indah. Allah pun sangat
mencintai orang yang bersih.[5] Sebagaimana di dalam firman-Nya:
¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tûüÎ/º§qG9$# =Ïtä†ur šúïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah: 222).
KESIMPULAN
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Saw. menganjurkan
agar semua manusia, khususnya umat Islam, menanam tanaman yang berguna, baik
bagi manusia maupun binatang. Apabila tanaman tersebut telah berbuah dan dimakan
oleh manusia atau pun binatang, maka dia akan mendapat pahala sedekah dari
setiap buah yang dimakan, sekalipun buah tersebut dicuri.
Dan Rasulullah Saw. melarang kita untuk buang air kecil dalam air tergenang yang tidak mengalir kemudian dia mandi
di dalamnya. Karena air yang diam (tidak mengalir) menampung apa saja yang masuk
ke dalamnya, baik kotoran atau pun najis. Apabila air tersebut dipakai oleh
orang banyak, maka buang air kecil di tempat tersebut dapat dipastikan akan
menyebabkan air tersebut menjadi kotor atau mengandung najis. Tentu saja
apabila dipakai mandi, bukannya akan membersihkan badan, melainkan akan
menyebabkan najis dan mendatangkan penyakit.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, Terj. ; Salim
Bahreisy, Al-Lu’lu’ Wal Marjan Jilid 2, Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Syafe’i Rachmat, Al-Hadis; Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum,
Bandung: Pustaka Setia, 2003, Cet. Ke-II.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam,
Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002, Cet. Ke-I.
[1]
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, Terj. ; Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’
Wal Marjan Jilid 2, (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), hlm. 564.
[2]
Syafe’i Rachmat, Al-Hadis; Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (Bandung:
Pustaka Setia, Cet. Ke-II, 2003), hlm. 269.
[3] Ibid.,
hlm. 270-271.
[4] Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, (Jakarta: Dar
Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002), hlm. 13.
[5] Syafe’i
Rachmat, Op.Cit., hlm. 271-272.
No comments:
Post a Comment