Sunday 5 May 2013

HADITS TARBAWI PEDULI LINGKUNGAN


BAB II
PEMBAHASAN




A.    Penanaman Pohon Merupakan Langkah Terpuji


حَدِيْثُ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُ
Artinya:
“Anas r.a. berkata, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada seorang muslim pun yang menanam tanaman kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang lainnya melainkan tercatatat untuknya sebagai sedekah”. (Dikeluarkan oleh Imam Bukhari).[1]
Hadits di atas mengandung anjuran agar semua manusia, khususnya umat Islam, menanam tanaman yang berguna, baik bagi manusia maupun binatang. Apabila tanaman tersebut telah berbuah dan dimakan oleh manusia atau pun binatang, maka dia akan mendapat pahala sedekah dari setiap buah yang dimakan, sekalipun buah tersebut dicuri.[2]
Hal itu menggambarkan bahwa betapa Islam sangat menghargai usaha manusia untuk memakmurkan dan memanfaatkan tanah. Karena tanaman yang ditanam pasti akan bermanfaat bagi manusia maupun bagi makhluk-makhluk Allah lainnya. Maka setiap orang hendaknya tidak boleh egois, yakni menanam tanaman untuk dinikmati sendiri. Jika cara berpikirnya seperti itu, orang yang sudah tua dipastikan tidak akan mau menanam tanaman karena ia merasa tidak akan mungkin memakan buahnya. Seyogianya ia berpikir bahwa manfaat dari sebuah tanaman tidak hanya buahnya, tetapi pahala yang akan diterimanya apabila buah dari tanaman tersebut dimakan oleh manusia atau binatang.
Perbuatan seperti itu akan membawa kemaslahatan, baik untuk tanah dirinya, orang lain, dan binatang apalagi jika tanaman tersebut merupakan tanaman yang buahnya sangat disukai oleh manusia dan binatang.
Hadits di atas juga mengandung anjuran untuk berbuat baik kepada semua makhluk Allah Swt. Dengan menanam pohon, berarti dia telah memberikan tempat kepada binatang untuk hinggap atau tempat bertengger dan mendapatkan sumber makanan ketika pohon tersebut berbuah.[3]

B.     Larangan Buang Air Kecil di Air yang Tidak Mengalir

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي  ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ

Artinya:
“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu kencing dalam air tergenang yang tidak mengalir kemudian dia mandi di dalamnya." (H.R. Bukhari).[4]
Air yang diam (tidak mengalir) menampung apa saja yang masuk ke dalamnya, baik kotoran atau pun najis. Apabila air tersebut dipakai oleh orang banyak, maka buang air kecil di tempat tersebut dapat dipastikan akan menyebabkan air tersebut menjadi kotor atau mengandung najis. Tentu saja apabila dipakai mandi, bukannya akan membersihkan badan, melainkan akan menyebabkan najis dan mendatangkan penyakit.
Oleh karena itu, sebaiknya sebelum buang air kecil dilihat dahulu apakah air tersebut banyak sehingga tidak akan berpengaruh terhadap air tersebut, ataukah sedikit sehingga akan menyebabkan air tersebut menjadi najis. Sebaiknya air tersebut dikhususkan untuk mandi saja, sedangkan untuk buang air kecil dapat dilakukan di tempat lain yang dikhususkan untuk itu.
Tidak membuang air apalagi membuang air kecil atau air besar di air diam yang sedikit, selain akan menjaga kesehatan, juga menjamin kesucian dan kebersihan ketika akan beribadah. Islam adalah agama yang sangat mementingkan kebersihan dan kesucian. Dengan demikian, kesehatan dan kebersihan sangat dipentingkan dalam Islam, dan kesucian dari najis merupakan salah satu syarat sahnya shalat, yang merupakan tiang agama. Selain itu, orang bersih pun akan disukai oleh siapa saja. Karena pada prinsipnya manusia menyukai hal-hal yang bersih dan indah. Allah pun sangat mencintai orang yang bersih.[5] Sebagaimana di dalam firman-Nya:
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah: 222).
                                                                                                                              


KESIMPULAN




Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Saw. menganjurkan agar semua manusia, khususnya umat Islam, menanam tanaman yang berguna, baik bagi manusia maupun binatang. Apabila tanaman tersebut telah berbuah dan dimakan oleh manusia atau pun binatang, maka dia akan mendapat pahala sedekah dari setiap buah yang dimakan, sekalipun buah tersebut dicuri.
Dan Rasulullah Saw. melarang kita untuk buang air kecil dalam air tergenang yang tidak mengalir kemudian dia mandi di dalamnya. Karena air yang diam (tidak mengalir) menampung apa saja yang masuk ke dalamnya, baik kotoran atau pun najis. Apabila air tersebut dipakai oleh orang banyak, maka buang air kecil di tempat tersebut dapat dipastikan akan menyebabkan air tersebut menjadi kotor atau mengandung najis. Tentu saja apabila dipakai mandi, bukannya akan membersihkan badan, melainkan akan menyebabkan najis dan mendatangkan penyakit.



Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, Terj. ; Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’ Wal Marjan Jilid 2, Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Syafe’i Rachmat, Al-Hadis; Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2003, Cet. Ke-II.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002, Cet. Ke-I.


[1] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, Terj. ; Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’ Wal Marjan Jilid 2, (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), hlm. 564.
[2] Syafe’i Rachmat, Al-Hadis; Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, Cet. Ke-II, 2003), hlm. 269.
[3] Ibid., hlm. 270-271.
[4] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, (Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002), hlm. 13.
[5] Syafe’i Rachmat, Op.Cit., hlm. 271-272.

No comments:

Post a Comment