A. Riwayat Hidup Aristoteles
Aristoteles adalah teman dan murid Plato,
ia dilahirkan di Trasia (Balkan). Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik
pada ilmu kedokteran. Ia banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi,
retorika, dan ilmu-ilmu lainnya.
Dengan kecerdasannya yang luar
biasa hampir-hampir ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya.
Tatkala ia berusia 18 tahun, ia dikirim ke Athena ke Akademia Plato, di kota itu ia belajar pada Plato.
Kecenderungan berfikir siantifik nampak dari pandangan-pandangan filsafatnya
yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris.[1]
Waktu itu memang merupakan
kebiasaan orang mengirimkan anaknya ketempat yang jauh yang merupakan
pusat-pusat perkembangan intelektual. Disanalah ia belajar, tentu saja pada Plato.
Pada tahun 334 SM, ia mendirikan sekolah yang bernama Lcyeum. Ia pindah ke Chalcis dan meninggal
disana pada tahun 322 SM.
Pada Aristoteles kita dapat menyaksikan
bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan. Tuhan dicapai
dengan akal, tetapi ia percaya pada Tuhan. Jasanya dalam menolong Plato dan Socrates
memerangi orang Sofis ialah karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika
yang di gunakan oleh tokoh-tokoh sofisme.[2]
B. Pembagian Karya-karya Aristoteles
1. Karya-karya yang sifatnya
lebih kurang populer yang diterbitkan oleh Aristoteles sendiri: [3]
a) Eudemos atau perihal jiwa.
b) Protreptikos.
c) Perihal filsafat.
2. Karya-karya yang
menggumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah.
3. Karya-karya yang di karang
Aristoteles sehubung dengan pengajarannya :[4]
a) Logika
b) Filsafat umum
c) Psikologi
d) Biologi
e) Metafisika
f) Etika
g) Politik dan ekonomi
h) Retorika dan poetika
C. Ajaran-ajaran Aristoteles
Dari karya-karyanya dapat diketahui pandangan-pandangan dia tentang
beberapa persoalan filsafat, misalnya etika, negara, logika, metafisika, dan
lain-lainnya.[5]
Pandangan filsafatnya tentang etika adalah bahwa etika adalah sarana
untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam
kehidupan. Etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas dalam
segala perbuatan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak di
tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh.[6]
Pemikiran dia tentang negara adalah bahwa tujuan dibentuknya negara
adalah untuk mencapai keselamatan bagi semua penduduknya.manusia pada dasarnya
memiliki buruk moral yang hanya dapat dikembangkan melalui hubungan dengan
orang lain. manusia adalah makhluk sosial (zoon
political). Tentang bentuk negara ia mengelompokkan menjadi 3 (tiga),
yaitu: Monarki, Aristokrasi, dan Politea
(demokrasi). Adapun yang paling baik menurutnya adalah kombinasi antara Aristokrasi dengan Politea.
Dari pemikiran dia tentang logika dapat kita kenal dari apa yang disebut Silogisme. Inti ajaran logika ialah
menarik kesimpulan dengan suatu cara yang disebut Silogisme.[7]
Sedangkan Aristoteles dalam metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat
mencapai kebenaran. Salah satu teori metafisika Aristoteles yang paling penting
ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter
dan form itu bersatu. Matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap
obyek terdiri atas matter dan form.
Namun, ada substansi yang murni form, tanpa potentiality,
jadi tanpa matter, yaitu Tuhan. Aristoteles
percaya kepada adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai
penyebab gerak (a first cause of motion). Tuhan itu menurut Aristoteles
berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (tidak memperdulikan)
alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia.
Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap Ia mencintai kita. Ia adalah
kesempurnaan yang tertinggi, dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran
kita.[8]
[1] Ahmad
Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum,
(Bandung : CV.
Pustaka Setia, Cet. ke-I, 1997), hlm. 72-73.
[2] Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet. ke-VIII, ), hlm.
[3] D.K.
Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisus, Cet. ke-XI, ), hlm. 103.
[4] Ibid. hlm. 134.
[5] Ahmad
Syadali dan Mudzakir, Op.cit., hlm.
73.
[6] Ibid. hlm. 74.
[7] Ibid. hlm. 77-78.
[8] Ibid. hlm. 73-74.
No comments:
Post a Comment