Sunday 23 June 2013

FILSAFAT ARISTOTELES


A.   Riwayat Hidup Aristoteles

Aristoteles adalah teman dan murid Plato, ia dilahirkan di Trasia (Balkan). Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Ia banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retorika, dan ilmu-ilmu lainnya.
Dengan kecerdasannya yang luar biasa hampir-hampir ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya. Tatkala ia berusia 18 tahun, ia dikirim ke Athena ke Akademia Plato, di kota itu ia belajar pada Plato. Kecenderungan berfikir siantifik nampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris.[1]
Waktu itu memang merupakan kebiasaan orang mengirimkan anaknya ketempat yang jauh yang merupakan pusat-pusat perkembangan intelektual. Disanalah ia belajar, tentu saja pada Plato. Pada tahun 334 SM, ia mendirikan sekolah yang bernama Lcyeum. Ia pindah ke Chalcis dan meninggal disana pada tahun 322 SM.
Pada Aristoteles kita dapat menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada Tuhan. Jasanya dalam menolong Plato dan Socrates memerangi orang Sofis ialah karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang di gunakan oleh tokoh-tokoh sofisme.[2]

B.   Pembagian Karya-karya Aristoteles

1.      Karya-karya yang sifatnya lebih kurang populer yang diterbitkan oleh Aristoteles sendiri: [3]
a)       Eudemos atau perihal jiwa.
b)      Protreptikos.
c)       Perihal filsafat.
2.      Karya-karya yang menggumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah.
3.      Karya-karya yang di karang Aristoteles sehubung dengan pengajarannya :[4]
a)      Logika
b)      Filsafat umum
c)      Psikologi
d)     Biologi
e)      Metafisika
f)       Etika
g)      Politik dan ekonomi
h)      Retorika dan poetika

C.   Ajaran-ajaran Aristoteles

Dari karya-karyanya dapat diketahui pandangan-pandangan dia tentang beberapa persoalan filsafat, misalnya etika, negara, logika, metafisika, dan lain-lainnya.[5]
Pandangan filsafatnya tentang etika adalah bahwa etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak di tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh.[6]   
Pemikiran dia tentang negara adalah bahwa tujuan dibentuknya negara adalah untuk mencapai keselamatan bagi semua penduduknya.manusia pada dasarnya memiliki buruk moral yang hanya dapat dikembangkan melalui hubungan dengan orang lain. manusia adalah makhluk sosial (zoon political). Tentang bentuk negara ia mengelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: Monarki, Aristokrasi, dan Politea (demokrasi). Adapun yang paling baik menurutnya adalah kombinasi antara Aristokrasi dengan Politea.
Dari pemikiran dia tentang logika dapat kita kenal dari apa yang disebut Silogisme. Inti ajaran logika ialah menarik kesimpulan dengan suatu cara yang disebut Silogisme.[7]
Sedangkan Aristoteles dalam metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Salah satu teori metafisika Aristoteles yang paling penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu. Matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap obyek terdiri atas matter dan form.
Namun, ada substansi yang murni form, tanpa potentiality, jadi tanpa matter, yaitu Tuhan. Aristoteles percaya kepada adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of motion). Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (tidak memperdulikan) alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap Ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan yang tertinggi, dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.[8]  


[1] Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung : CV. Pustaka Setia, Cet. ke-I, 1997), hlm. 72-73.
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. ke-VIII,         ), hlm.
[3] D.K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisus, Cet. ke-XI,            ), hlm. 103.
[4] Ibid. hlm. 134.
[5] Ahmad Syadali dan Mudzakir, Op.cit., hlm. 73.
[6] Ibid. hlm. 74.
[7] Ibid. hlm. 77-78.
[8] Ibid. hlm. 73-74.

No comments:

Post a Comment