Spanyol diduduki umat islam
pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M), Salah seorang khalifah dari Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana umat Islam sebelumnya telah menguasai
Afrika Utara. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika
Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di Zaman khalifah Abdul
Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man Al-Ghassani
menjadi gubernur didaerah itu. Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man
sudah digantikan oleh Musa bin Nushair.
Di Zaman Al-Walid itu, Musa
bin Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Al-Jazair dan
Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas
kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan
setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah
mereka lakukan sebelumnya.
Sebelum dikalahkan dan
kemudian dikuasai islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi
basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Ghotik. Kerajaan ini sering
menghasut penduduk agar memebuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam.
Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat islam mulai memusatkan
perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi
batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan
Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikaitkan paling berjasa
memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq
ibn Ziyad dan Musa ibn Nusair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan
penyidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa
itu dengan pasukan perang 500 orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka
menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu
Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika
Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit dari kerajaan Visigothic yang
berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh
harta rampasan perang, Musa ibn Nusair pada tahun 711 M. Mengirim pasukan ke
Spanyol sebanyak 7.000 orang dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. [1]
Sejarah mencatat bahwa
panglima Thariq setelah seluruh pasukan selesai mendarat di Wilayah tersebut,
membakar seluruh alat penyeberangan. Ia pun mengucapkan pidato singkat yang
bersejarah: Al-Aduwwu amamakum wal bahru wara’akum fakhtar ayyuma syi’tum. (musuh
di depan kamu, lautan di belakang kamu, silahkan pilih mana yang kamu
kehendaki).
Sorak sorai pasukan yang berkekuatan 12.000 orang pada tahun 93 H/711 M, yang memilih maju ke depan, telah meninggalkan jejak besar didalam sejarah Islam. King Roderick maju dengan pasukan berkekuatan 100.000 orang. Jumlah pasukannya besar, tetapi semangat tempurnya telah dikalahkan oleh kemewahan hidup selama ini.
Sorak sorai pasukan yang berkekuatan 12.000 orang pada tahun 93 H/711 M, yang memilih maju ke depan, telah meninggalkan jejak besar didalam sejarah Islam. King Roderick maju dengan pasukan berkekuatan 100.000 orang. Jumlah pasukannya besar, tetapi semangat tempurnya telah dikalahkan oleh kemewahan hidup selama ini.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak
dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya
lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian suku Barbar yang didukung oleh
Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah Al-Walid.
Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad,
sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendapat dan menyiapkan
pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya
daerah ini maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam
pertempuran di suatu tempat bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan.
Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting, seperti
Cordova, Granada,Toledo (ibu kota kerajaan Goth saat itu).
Kemenangan pertama yang
dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan yang lebih luas
lagi dengan suatu pasukan yang besar. Ia berangkat menyeberangi selat dan satu
persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukan, setelah musa berhasil
menaklukan Idenia, Karmona, Seville dan Merinda serta mengalahkan kerajaan
Ghotik, Theodomir di Orihuela. Ia bergabung dengan Thariq di Teledo. Kemudian
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol termasuk bagian
utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Kemenangan-kemenangan yang
dicapai umat Islam tampak begitu mudah. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan
dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor
eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang islam. Kondisi sosial politik dan
ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. secara politik, wilayah
Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Rakyat
di bagi-bagi ke dalam sistem kelas sehingga kaedaannya diliputi oleh
kemelaratan, ketertindasan dan ketiadaan persamaan hak. Dalam situasi seperti
itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru pembebas itu
mereka temukan dari umat Islam.
Adapun yang dimaksud dengan
faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa,
tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan
wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat,
tentaranya kompak, bersatu dan percaya diri. Mereka pun cakap, berani dan tabah
dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tidak kalah pentingnya adalah ajaran
Islam yang ditunjukkan para tentara Islam yaitu toleransi persaudaraan dan
tolong menolong sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam
pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran
Islam di sana.
B. Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali
menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di
sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih
dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol
itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:[2]
1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol
berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah
yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol
belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang
dari dalam maupun dari luar.
Gangguan dari dalam antara
lain berupa perselisihan diantara elit penguasa, termasuk akibat perbedaan
etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara
khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan.
Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah
Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi 20 kali pergantian wali (gubernur)
Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat.
Perbedaan pandangan politik
itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya
dengan perbedaan etnis, terutama antara bangsa Barbar asal Afrika Utara dan
Arab. Di dalam etnis sendiri terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing,
yaitu suku Qaisyi (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan).
Perbedaan etnis ini
seringkali menimbulkan konflik politik terutama ketika tidak ada figur yang
tangguh. Itulah sebabnya Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu
mempertahankan untuk jangka waktu yang lama.
Gangguan dari luar datang
dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah
pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan
ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun akhirnya mereka
mampu mengusir Islam di bumi Spanyol.
Karena seringnya terjadi
konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode
ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan
kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurahman Ad-Dakhil ke
Spanyol pada Tahun 138 H/755 M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini Spanyol
berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau
gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu
dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I
yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Ad-Dakhil. Dia adalah
keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas. Selanjutnya
ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa
Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahaman Ad-Dakhil, Hisyam I, Hakam I,
Abdurrahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan
Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam
Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun
dalam bidang peradaban. Abdurrahman ad-Dakhil mendirikan masjid Cordoba dan
sekolah-sekolah di kota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum
Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah
yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol.
Sedangkan Abdurrahman
Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga
mulai masuk pada pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath. Ia
mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga
kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai
ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas Negara
terganggu dengan munculnya gerakan Kristen Fanatik yang mencari kesyahidan
(Martyrdom). Namun gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh
simpati pada gerakan itu, karena pemerintahan Islam mengembangkan kebebasan beragama.
Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum
Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan
mendirikan gereja baru, biara-biara di samping asrama rahib atau lainnya.
Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi
karyawan pada instansi militer.
Gangguan politik yang paling
serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di
Toledo tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun.
Disamping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang
terpenting diantaranya adalah pemberontak yang dipimpin oleh Hafsun dan anaknya
yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara
orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai
dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya
raja-raja kelompok yang dikenal dengan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini
Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalilfah, penggunaan gelar
khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa
Al-Muktadir, khalifah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh
pengawalnya sendiri.
Menurut penilaiannya, keadaan
ini menunjukkan bahwa susasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam
kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk
memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan bani Umayyah selama 150
tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M.
khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu
Abdurrahman An-Nashir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II
(976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam
Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Bani
Umayyah di Baghdad. Andurrahman An-Nashir mendirikan Universitas Cordova.
Perpustakaannya juga memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang
kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyakrakat dapat
menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khilafah
Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas
tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada
Tahun 981 M, khalifah menunjuk Ibn Abi’ Amir sebagai pemegang kekuasaan secara
mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekeuasaannya dan
melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan
saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar
Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 dan digantikan oleh anaknya
al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi,
setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki
kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya
makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1013 M,
Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Katika
itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086)
Pada periode ini, Spanyol
terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja
golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville,
Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di
Seville.Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian
intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang
bertikai itu ada yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat
kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama
kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para
sarjana dan sastrawan untuk mendapat perlindungan dari satu istana ke istana
lain.
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol
Islam meskipun terpecah ke dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan
yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti
Muwahhidun (1146-11235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah
gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibnu Tasyfin di Afrika Utara. Pada
Tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy.
Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah
memikul berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya sendiri dari
serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada
tahun 1068 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Karena perpecahan di kalangan
raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan
berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah
raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik
di Afrika Utara maupun Spanyol dan digantikan oleh Dinasti Muwahhidun. Pada
masa Dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Di Spanyol sendiri,
sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul dinasti-dinasti kecil, tapi hanya
berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146M penguasa dinasti Muwahhidun yang
berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad
ibn Tumart. Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im.
Antara tahun 1114 dan 1154M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan
Granada, jatuh ke bawah kekuasannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini
mengalami banyak kemajuan. Kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi
tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M,
tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa.
Kekalahan-kekalahan yang
dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol
dan kembali ke Afriks Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam,
berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam
tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun
1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristendan Seville jatuh tahun 1248 M.
seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya
berkuasa di daerah Granada, di bawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban
kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nashir. Akan tetapi,
secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan
Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena
perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah
Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain
sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas
kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh
Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan
Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan
penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta dinobatkan sebagai khalifah.
Tentu saja, Ferdenand dan
isabela yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu
tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam
di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen
tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada
Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. umat Islam setelah
dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Pada
tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada umat Islam di daerah ini. Walaupun
Islam telah berjaya dan dapat berkuasa hampir tujuh setengah abad lamanya.
C.
Kemajuan Peradaban
Islam di
Spanyol lebih dari tujuh abad dan umat Islam telah mencapai kejayaannya di
Spanyol. Banyak kemajuan dan prestasi yang diperoleh umat Islam di
Spanyol, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan
yang lebih kompleks. Islam di Spanyol telah menunjukkan kemajuan pada bidang
ilmu pengetahuan, musik dan seni, bahasa dan sastra, dan kemajuan pada
pembangunan fisik.[3]
1. Kemajuan
Intelektual
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
komunitas-komunitas Arab [Utara dan Selatan], al-Muwalladun [orang-orang
Spanyol yang masuk Islam], Barbar [umat Islam yang berasal dari Afrika Utara], al-Shaqalibah
[penduduk daerah antara Konstanstinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan
Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran],
Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang
kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham
intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan
kebangkitan ilmu pengetahuan, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol. Untuk
itu, perlu mengkaji kemajuan yang dicapai umat Islam Spanyol, sebagai berikut :
a. Bidang Filsafat
Islam di Spanyol telah
mencatat satu lembaran budaya yang sangat berilian dalam bentangan sejarah
Islam. Umat Islam berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui
ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat
dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan
dinasti Bani Umayyah yang ke-5 Muhammad ibn Abd al-Rahman [832-886 M].
Atas inisiatif al-Hikam
[961-976 M], karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Tumur dalam jumlah
besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya
mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia
Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh
para pemimpin bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan
filosof-filosof besar pada masa-masa sesudahnya.
Pada perkembangan
selanjutnya, lahirlah tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol
adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan ibn
Bajjah. Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayig, dilahirkan di Saragosa, kemudian
ia pindah ke Sevilla dan Granada dan meninggal karena keracunan di Fez pada
tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti al-Farabi dan ibn Sina di
Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis dengan magnum
opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abd Bakr
ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur
Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. ibn Thufail, banyak menulis
masalah kedokteran, astronomi dan filsafat, serta karya filsafatnya yang sangat
terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Pada bagian akhir abad ke-12
M, menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di
gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ibn Rusyd,
lahir pada tahun 1126 M dan meninggal pada tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah
kecermatan dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat
dan agama. Ibn Rusyd, juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.
b. Bidang Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Farnas, termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Abbas
ibn Farnas, adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim
ibn Yahya al-Naqqash, terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. al-Naqqash, juga
berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm al-Hisan bint Abi Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak
pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia [1145-1228 M] menulis tentang
negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier
[1304-1377 M] mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib [1317-1374 M]
menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus
filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang
kemudia pindah ke Afrika. Itulah sebagai nama-nama besar dalam bidang sains
yang terkenal pada masanya di Islam Spanyol.
c. Bidang Fikih
Dalam bindang fikih, Spanyol
Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Orang yang membawa dan
memperkenalkan mazhab ini di Spanyol adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Kemudian
perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada
masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya di antaranya adalah Abu
Bakar ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.
d. Bidang Musik dan
Kesenian
Dalam bidang musik dan seni
suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi
yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan,
Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai
penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu turunkan kepa anak-anaknya baik pria
maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar
luas.
e. Bidang Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi
bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima
oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol
menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak ahli dan mahir dalam
bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka-mereka
itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf,
Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan
al-Gharnathi.
Seiring dengan kemajuan
bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya
Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab
al-Qalaid karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi karya-karya yang lain.
2. Kemegahan
Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik
yang mendapat perhatian umat Islam sengat banyak. Dalam perdagangan,
jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga sistem
Irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal
sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan
air didirikan. Tampat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah
air.
Orang-orang Arab
memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan
untuk mengecek curah air, waduk [kolam] dibuat untuk konservasi [penyimpanan
air]. Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air [water
wheel] asal Persia yang dinamakan na’urah [Spanyol: Noria].
Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan
jeruk, kebun-kebun dan tanaman-tanaman.
Industri, disamping pertanian
dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di
antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang
tembikar. Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol
adalah gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan
taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota
al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun,
mesjid Seville, dan istana al-Hamra di Granada.
a. Cordova
Cordova adalah ibukota
Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh
penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun
untuk menghiasi ibukota spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor
dari Timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istana yang megah yang semakin
mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di
puncaknya terpancang istana Damsik.
Diantara kebanggaan kota Cordova
lainnya adalah mesjid Cordova. Menurut ibn al-Dala’i, terdapat 491 mesjid di
sana. Di samping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat
pemandian. Di Cordova saja terdapat 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri
perkampungan–perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum,
penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 km.
b. Granada
Granada adalah tempat
pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan
Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa
akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di
seluruh Eropa. Istana al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak
ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang
tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan
pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana al-Zahra,
istana al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain.
3. Faktor-faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya
sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang
mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman
al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Keberhasilan politik
pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa
lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara
penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd
al-Rahman [852-886] dan al-Hakam II al-Muntashir [961-976].
Toleransi beragama ditegakkan
oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka
ikut berpartisispasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang
Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang
menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam
merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama
maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu
dapat bekerjasama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing. Meskipun ada
persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada masa
Muluk al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa
itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan
kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti [raja] di Malaga, Toledo, Sevilla,
Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau
sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di
Spanyol, Muluk al Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang
diantaranya justru lebih maju.
D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Islam di Spanyol, menjadi
pemerintahan yang berdiri sendiri di masa khalifah Abdurrahman III dan
merupakan salah satu negara terbesar di masa itu, disamping daulat Abbasiyah di
Timur, Bizantium dan kerajaan Charlemangne [Frank] di Barat. Tetapi pada masa
pemerintahan berikutnya Spanyol mengalami kemunduran karena terjadi
disintegrasi yang telah memporak-porandakan kesatuan dan persatuan Andalusia
yang membawa kepada kehancuran Islam di Spanyol. Adapun faktor yang menyebabkan
kemunduran Islam di Spanyol antara lain :[4]
1. Konflik Islam dengan
Kristen
Para penguasa muslim tidak
melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya
menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka
mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal
tidak ada perlawanan bersenjata.
Namun demikian,
kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol
Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah
berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada
abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam
sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya
Ideologi Pemersatu
Kalau di
tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad
ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para
muallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya,
kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak
perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi
negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan, disamping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi
ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di
Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan
sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul
kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan
militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan
kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah
runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan
Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya
juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan
terpencil dari dunia Islam yang lain. Pemerintahan Spanyol jauh dari daerah
Islam lain mengakibatkan jauhnya dukungan dari daerah lain kecuali dari Afrika
Utara yang dibatasi oleh laut, sementara daerah sekitarnya adalah daerah yang
dikuasai kaum Nasrani yang salalu iri dan merasa direndahkan oleh etnis Arab.
Maka Islam Spanyol, selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali
dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu
membendung kebangkitan Kristen di sana.
E. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa
Kemajuan Eropa yang terus
berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu
pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran
bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib,
tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang
paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan
politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antarnegara. Orang-orang
Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan Islam jauh
meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran
dan sains di samping bangunan fisik. Yang terpenting diantaranya adalah
pemikiran Ibn Rusyd [1120-1198 M]. Ibn Rusyd, melepaskan belenggu taklid dan
menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aritoteles dengan cara
yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepanka sunnatullah
menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen.
Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme
[Ibn Rusyd-isme] yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak
pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dari gerakan
Averroeisme inilah Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme
pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibn Rusyd di cetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483,
1489, dan 1500 M. Bahkan edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M.
Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms,
dan Strasbourg, dan di awal abad ke 17 di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam,
termasuk didalamnyapemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya
pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di
Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca.
Selama belajar di Spanyol,
mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan
sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah
wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah
universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh
dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
ilmu filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah
pemikiran al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan
Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan
gerakan bangkitan kembali [renaissance] pusaka Yunani di Eropa pada abad
ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali
kedalam bahasa Latin.
Walaupun Islam akhirnya
terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah
membina gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah:
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik [renaissance] pada abad
ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M,
rasionalisme pada abad ke-17M, dan pencerahan [aufklaerung] pada abad
ke-18 M.[5]
[1]
Philip K. Hitti dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008, Cet. ke-XXI), hlm. 89.
[2] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, Cet. ke-XXI), hlm. 93-100.
[3] Ibid., hlm. 100.
[4] Ibid., hlm. 107-108.
[5] S.
I. Poeradisastra dalam Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, Cet. ke-XXI), hlm.
110.
No comments:
Post a Comment